PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan Non-PKP adalah status perpajakan yang membedakan antara pengusaha yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan yang tidak wajib. Perbedaan utama antara keduanya berkaitan dengan skala usaha dan kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
PKP adalah badan usaha atau individu yang telah memenuhi syarat omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar dan diwajibkan untuk mengenakan PPN atas transaksi barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, Non-PKP adalah pengusaha yang omzetnya masih di bawah Rp4,8 miliar dan tidak berkewajiban untuk mengenakan PPN.
Perbedaan Kewajiban PKP dan Non-PKP
1. Kewajiban Sebagai PKP: Tugas Utama
PKP memiliki kewajiban utama dalam pengelolaan pajak yang berkaitan dengan PPN, di antaranya:
1.1 Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PKP wajib memungut PPN sebesar 11% (sesuai dengan peraturan terbaru) dari setiap transaksi penjualan barang atau jasa kena pajak. PPN yang dipungut harus dicantumkan dalam faktur pajak yang diberikan kepada pembeli.
1.2 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Setelah memungut PPN dari konsumen, PKP wajib menyetorkan pajak tersebut ke kas negara sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
1.3 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PKP juga diwajibkan untuk melaporkan perhitungan dan penyetoran PPN melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN yang harus disampaikan setiap bulan.
2. Kewajiban Non-PKP: Pajak Penghasilan Final
Non-PKP tidak memiliki kewajiban untuk memungut dan menyetor PPN, tetapi tetap dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan jenis usahanya.
2.1 Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
Non-PKP yang berbentuk usaha kecil, UMKM, atau individu dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar dikenakan PPh Final dengan tarif sebesar 0,5% dari omzet bruto sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018.
2.2 Kewajiban Pelaporan
Meskipun tidak memiliki kewajiban PPN, Non-PKP tetap harus melaporkan pajaknya melalui SPT Tahunan yang disampaikan ke DJP.
2.3 Pentingnya Pemahaman PPh Final
PPh Final memberikan kemudahan bagi usaha kecil karena tidak perlu melakukan perhitungan pajak yang kompleks seperti PKP, tetapi tetap wajib melaporkan pajaknya secara berkala.
Baca Juga : Apa Perbedaan PT Terbuka dan PT Tertutup?
Keuntungan PKP Dibandingkan Non-PKP
Menjadi PKP memiliki beberapa keuntungan bagi pelaku usaha, antara lain:
1. Akses kepada Pasar yang Lebih Luas
PKP lebih dipercaya dalam dunia bisnis karena memiliki legalitas perpajakan yang lengkap. Banyak perusahaan besar lebih memilih bekerja sama dengan PKP untuk memastikan kepatuhan pajak dalam rantai pasok mereka.
2. Keterlibatan dalam Tender Proyek Pemerintah dan BUMN
Banyak proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengharuskan perusahaan peserta tender memiliki status PKP sebagai syarat utama.
3. Pemungutan dan Pengembalian PPN
PKP dapat memungut PPN dari pelanggan dan memiliki hak untuk mengajukan restitusi atau pengembalian pajak apabila terdapat lebih bayar dalam pelaporan PPN.
4. Kepatuhan Perpajakan yang Lebih Mudah
Dengan memiliki status PKP, perusahaan lebih tertata dalam sistem pelaporan pajaknya, menghindari potensi sanksi akibat kelalaian perpajakan, serta lebih siap menghadapi audit pajak dari DJP.
FAQ Seputar Bisnis
1. Apakah perbedaan PKP dan Non-PKP? PKP wajib memungut dan menyetor PPN, sedangkan Non-PKP tidak memiliki kewajiban tersebut karena omzetnya di bawah Rp4,8 miliar.
2. Apa syarat menjadi PKP? Pengusaha harus memiliki omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar dan mendaftarkan diri ke Kantor Pajak untuk mendapatkan status PKP.
3. Apa arti status pajak PKP dan Non-PKP? PKP adalah status perpajakan bagi pengusaha yang wajib memungut PPN, sedangkan Non-PKP tidak diwajibkan memungut PPN tetapi tetap membayar pajak penghasilan.
4. Apa yang dimaksud dengan PKP? PKP (Pengusaha Kena Pajak) adalah pelaku usaha yang memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.