Dalam ekosistem investasi nasional, Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) merupakan instrumen strategis yang sangat penting. LKPM adalah laporan yang wajib disampaikan oleh pelaku usaha kepada pemerintah secara berkala, sebagai bagian dari pengawasan dan pengendalian investasi di Indonesia. Laporan ini mencakup data realisasi penanaman modal, penyerapan tenaga kerja, produksi, hingga permasalahan yang dihadapi perusahaan selama periode tertentu.
Kewajiban pelaporan LKPM tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mencerminkan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi penanaman modal dan kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya secara transparan. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha – baik skala kecil, menengah, maupun besar – harus memahami dengan detail seluruh aspek teknis dan substansial sebelum menyampaikan laporan ini ke sistem OSS (Online Single Submission).
Berikut ini adalah tiga hal krusial yang wajib dipersiapkan secara cermat sebelum Anda melaporkan LKPM. Jika ketiga aspek ini diabaikan, pelaporan bisa gagal, tertunda, atau bahkan mengakibatkan sanksi administratif dari pemerintah.
1. Pastikan Data di OSS RBA Sudah Sesuai
Langkah pertama dan paling fundamental sebelum melakukan pelaporan LKPM adalah melakukan pengecekan terhadap data yang tercantum dalam sistem OSS RBA (Risk-Based Approach). OSS RBA adalah sistem perizinan berusaha berbasis risiko yang diterapkan oleh pemerintah sejak 2021.
Periksa KBLI Secara Teliti
Seluruh kegiatan usaha Anda harus mengacu pada Kode Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang terbaru, yakni KBLI 2020. Pastikan kode dan uraian kegiatan usaha di sistem OSS benar-benar sesuai dengan bidang usaha perusahaan Anda. Perbedaan antara data OSS dan akta perusahaan dapat mengakibatkan penolakan atau kegagalan sistem dalam mendeteksi aktivitas usaha Anda.
Bila ditemukan ketidaksesuaian antara KBLI di OSS dengan akta perusahaan atau kondisi operasional sebenarnya, maka Anda wajib mengubah Anggaran Dasar (AD) terlebih dahulu, yang tentunya memerlukan proses notaris dan pengesahan Kementerian Hukum dan HAM.
Perhatikan Skala Usaha dan Tingkat Risiko
Selain KBLI, sistem OSS juga mengklasifikasikan kegiatan usaha berdasarkan skala usaha (mikro, kecil, menengah, besar) dan tingkat risiko (rendah, menengah, tinggi). Kedua aspek ini akan memengaruhi persyaratan pelaporan, frekuensi, hingga dokumen pendukung yang diperlukan.
Jika data di OSS belum mencerminkan kondisi sebenarnya—misalnya, perusahaan sudah berkembang menjadi usaha menengah tapi masih tercatat sebagai usaha kecil sebaiknya lakukan pembaruan sebelum menyampaikan LKPM agar proses pelaporan berjalan lancar.
2. Pastikan Periode Pelaporan LKPM Sudah Sesuai dengan Kategori Usaha
Setiap skala usaha memiliki jadwal pelaporan LKPM yang berbeda-beda. Tidak jarang pelaku usaha melakukan kesalahan administratif karena salah dalam mengidentifikasi jadwal pelaporan sesuai klasifikasi usahanya.
Jadwal Pelaporan untuk Usaha Kecil
Pelaku usaha kecil wajib menyampaikan LKPM sebanyak dua kali dalam setahun (semesteran), dengan rincian sebagai berikut:
a. Semester I: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 Juli tahun berjalan.
b. Semester II: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 Januari tahun berikutnya.
Jadwal Pelaporan untuk Usaha Menengah dan Besar
Sementara itu, usaha menengah dan besar wajib menyampaikan LKPM sebanyak empat kali dalam setahun (triwulanan):
a. Triwulan I: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 April.
b. Triwulan II: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 Juli.
c. Triwulan III: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 Oktober.
d. Triwulan IV: Dilaporkan paling lambat tanggal 10 Januari tahun berikutnya.
Agar tidak keliru, pastikan Anda sudah menyesuaikan skala usaha di OSS berdasarkan modal usaha atau omzet penjualan terkini. Kesalahan mengidentifikasi kategori usaha bisa mengakibatkan laporan tidak dapat disubmit pada periode yang sesuai.
3. Pastikan Data Pelaporan yang Diperlukan Sudah Lengkap dan Siap
Aspek ketiga yang wajib diperhatikan adalah kelengkapan dan akurasi data yang akan dilaporkan. LKPM tidak bisa diisi secara sembarangan karena seluruh informasi yang disampaikan akan dijadikan referensi pemerintah dalam mengevaluasi iklim investasi dan efektivitas proyek yang dijalankan oleh pelaku usaha.
Secara umum, data yang perlu disiapkan mencakup:
a. Realisasi investasi selama periode pelaporan.
b. Penyerapan tenaga kerja (termasuk tenaga kerja Indonesia dan asing).
c. Produksi barang/jasa atau pendapatan (revenue).
d. Kewajiban perusahaan (misalnya kewajiban pemenuhan TKDN, pembangunan fasilitas umum, dsb.).
e. Permasalahan yang dihadapi dalam operasional bisnis.
Khusus untuk Usaha Menengah dan Besar
Bagi pelaku usaha menengah dan besar, pelaporan LKPM dibagi menjadi dua tahap berdasarkan status operasional kegiatan usahanya:
1. LKPM Tahap Konstruksi/Persiapan
Ditujukan untuk kegiatan usaha yang belum mulai produksi atau beroperasi secara komersial. Data yang wajib disiapkan meliputi:
a. Realisasi investasi (modal tetap, peralatan, konstruksi bangunan, dsb.)
b. Jumlah dan status tenaga kerja yang diserap selama proses pembangunan.
c. Permasalahan atau hambatan yang dihadapi selama tahap konstruksi.
2. LKPM Tahap Operasional/Komersial
Ditujukan untuk usaha yang sudah berjalan secara penuh atau komersial. Data pelaporan yang diperlukan menjadi lebih kompleks, yakni:
a. Realisasi investasi lanjutan (jika ada).
b. Jumlah tenaga kerja aktif.
c. Volume produksi atau jasa yang diberikan.
d. Pendapatan (revenue) dari kegiatan usaha.
e. Kewajiban yang sudah dipenuhi.
f. Permasalahan bisnis atau operasional yang terjadi.
Pelaku usaha harus teliti memastikan bahwa seluruh data tersebut terdokumentasi dengan baik dan siap dimasukkan ke dalam sistem OSS.
Kesimpulan: LKPM Bukan Formalitas, Tapi Kewajiban Strategis
Pelaporan LKPM bukan sekadar kewajiban administratif tahunan atau triwulanan. Lebih dari itu, LKPM mencerminkan kondisi riil investasi di Indonesia dan berfungsi sebagai salah satu dasar dalam pengambilan kebijakan nasional terkait kemudahan berusaha, insentif fiskal, serta pembinaan dan pengawasan perusahaan.
Bagi Anda yang belum pernah melakukan pelaporan LKPM atau mengalami kesulitan dalam mengisi dan menyampaikan laporan, sangat disarankan untuk menggunakan bantuan konsultan bisnis profesional atau layanan legal perusahaan seperti Hive Five yang memahami sistem OSS dan regulasi penanaman modal terkini.
Dengan persiapan matang, data yang akurat, dan waktu pelaporan yang tepat, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga menunjukkan profesionalisme perusahaan di mata pemerintah, investor, dan mitra bisnis.
Butuh Bantuan Pelaporan LKPM? Hive Five Siap Membantu!
Hive Five hadir sebagai mitra terpercaya dalam pengurusan legalitas dan kewajiban administratif perusahaan Anda. Kami menawarkan layanan pelaporan LKPM menyeluruh mulai dari validasi data OSS, klasifikasi usaha, pengumpulan dokumen, hingga pengisian laporan melalui OSS RBA. Kami memastikan pelaporan Anda sesuai ketentuan, tepat waktu, dan minim risiko kesalahan. Konsultasikan kebutuhan LKPM Anda bersama tim Hive Five sekarang juga!







