Bagi pelaku usaha dan profesional, memahami kewajiban perpajakan adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah PPh Pasal 23, yaitu pajak yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu seperti jasa, sewa, dividen, hingga royalti. Pemotongan ini dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan dan memiliki ketentuan waktu serta tarif tertentu. Agar tidak terkena sanksi administrasi atau denda, mari simak penjelasan lengkap dari Hive Five berikut ini.
Dasar Hukum
Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) diatur dalam beberapa peraturan berikut:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
b. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23.
c. PMK Nomor 168/PMK.03/2023, berlaku sejak 1 Januari 2024, khususnya mengenai tarif penghasilan dari royalti orang pribadi dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Pengertian PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas:
a. Penghasilan dari jasa (misalnya: jasa konsultan, pembicara, teknisi).
b. Sewa atas harta selain tanah/bangunan.
c. Dividen.
d. Bunga.
e. Royalti.
f. Hadiah dan penghargaan.
g. Premi asuransi dan penghasilan lain sejenis.
Pihak yang memotong PPh 23 adalah pemberi penghasilan, misalnya perusahaan atau instansi pemerintah, kepada penerima penghasilan dalam negeri.
Tarif PPh Pasal 23
Besarnya tarif pemotongan PPh 23 bergantung pada jenis penghasilannya, yaitu:
1. . 2% dari jumlah bruto:
Untuk jasa, seperti:
a. Jasa konsultan
b. Jasa teknik dan manajemen
c. Jasa pembicara, moderator, instruktur
d. Jasa penilai, pengacara, desainer, arsitek, dll.
2. 15% dari jumlah bruto:
Untuk: Dividen, Bunga, Royalti, Hadiah dan penghargaan.
3. 6% dari jumlah bruto royalti:
Khusus untuk orang pribadi yang menggunakan NPPN, berdasarkan PMK Nomor 168 Tahun 2023, berlaku sejak Maret 2023.
Tanggal Penting yang Harus Diperhatikan
Agar tidak dikenai sanksi keterlambatan, berikut batas waktu pelaporan dan penyetoran:
a. Pemotongan dan Penyetoran PPh 23:
Paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah transaksi atau pembayaran dilakukan.
b. Pelaporan SPT Masa PPh 23:
Juga paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Laporan dilakukan melalui e-Bupot Unifikasi atau DJP Online sesuai ketentuan yang berlaku.
Contoh Kasus Singkat
PT Maju Abadi membayar jasa pembicara kepada Bapak Dedi sebesar Rp50.000.000 pada tanggal 5 Maret 2025. Maka:
a. PPh 23 yang dipotong: Rp50.000.000 x 2% = Rp1.000.000
b. Wajib disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 15 April 2025
c. Laporan SPT Masa PPh 23 juga dilakukan paling lambat tanggal 15 April 2025
Penutup
Memahami PPh Pasal 23 penting agar bisnis Anda tetap patuh dan terhindar dari sanksi perpajakan. Sebagai pemotong pajak, Anda memiliki tanggung jawab untuk memotong, menyetor, dan melaporkan tepat waktu. Pastikan pula tarif yang dikenakan sesuai dengan jenis penghasilan yang dimaksud.
Masih ragu atau ingin dibantu menghitung, menyetor, dan melaporkan PPh 23 dengan benar?
Hive Five siap membantu Anda menyusun sistem perpajakan yang legal, efisien, dan patuh regulasi.
Referensi Hukum
a. UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh (sebagaimana diubah dengan UU HPP No. 7 Tahun 2021).
b. PMK No. 141/PMK.03/2015.
c. PMK No. 168/PMK.03/2023.
d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017 tentang Bukti Potong dan Pelaporan PPh 23.